Garis Waktu Peperangan
Gambaran mengenai proses menuju teater konflik Perang Dunia I memuat peristiwa, antara lain:
Sebuah upaya dari Otto von Bismarck, Kanselir Jerman (1871–1890), dalam membangun jaring diplomatik internasional sebagai desain dari permainan politiknya untuk mengamankan Jerman. Aliansi ini bertujuan untuk menghambat ekspansi dari Kekaisaran Rusia.
Selain itu, aliansi ini juga didirikan sebagai dukungan Jerman terhadap Austria yang sedang berseteru dengan Kekaisaran Rusia, yang tengah mengupayakan ekspansi di Balkan.
Jaring diplomatik Otto von Bismarck, yang elemen kuncinya terletak di Triple Alliance menghubungkan antara Jerman, Austro–Hongaria, dan Italia.
Tujuan utama dari pembentukan aliansi ini adalah untuk terus mengisolasi Prancis, yang dikalahkan oleh Konfederasi Jerman Utara (Kerajaan Prusia) pada 1870 dalam seri Perang Franco-Prussia. Kesediaan Italia bergabung karena ambisinya atas Mediterania dan Afrika yang dikonfrontasi oleh Prancis.
Perjanjian dilakukan antara Jerman dan Kekaisaran Rusia, yang isinya keduanya berjanji akan bersikap netral jika salah satu terlibat perang dengan salah satu kekuatan besar Eropa, yaitu Britania Raya dan Prancis.
Kehadirannya di atas singgasana pada 1888 telah mengubah situasi politik internasional secara drastis. Setelah dia memecat Otto von Bismarck pada 1890, Jerman mengeluarkan kebijakan internasional yang baru.
Hal ini terjadi bukan dikarenakan sang kaisar tergolong manusia haus darah yang selalu menginginkan perang. Namun, lebih kepada sikap inferiotasnya terhadap kekuasaan Britania Raya di kawasan kontinental sebagai penyangga keseimbangan kekuatan di Eropa.
Kaisar Wilhelm menjadikan Jerman sebagai raksasa ekonomi, militer, dan maritim di kawasan kontinental Eropa, sehingga dia harus berani membuat kebijakan Weltpolitik, yaitu suatu kebijakan yang lebih ambisius dan agresif dibandingkan kebijakan buatan Kanselir Bismarck.
Kebijakan itu pada akhirnya memicu reaksi defensif lebih cepat dari negara lain yang sebelumnya merasa terancam oleh kehadiran Jerman sebagai kekuatan baru di Eropa kontinental, yaitu Britania Raya. Selain itu, Britania Raya telah merancang skema lebih cepat untuk meruntuhkan Jerman melalui Perang Dunia I.
Kaisar Wilhelm II menolak memperbarui Perjanjian Reasuransi setelah memecat Bismarck. Hal ini dipandang sebagai blunder dalam diplomasi.
Kesalahan fatal ini pun membuat Jerman gagal mengisolasi Prancis, yang beraliansi dengan Kekisaran Rusia setelahnya. Satu-satunya harapan aliansi Jerman adalah Austro-Hongaria.
Kebijakan agresif Kaisar Wilhelm II memicu penandatanganan perjanjian militer yang dibangun sebagai kerja sama militer saling menguntungkan melawan Jerman, yang sudah diprediksi oleh Otto von Bismarck, yaitu antara Kekaisaran Rusia dan Republik Prancis.
Hal ini dikarenakan kebodohan Kaisar Wilhelm II yang enggan memperbarui Perjanjian Reasuransi dengan Kekaisaran Rusia, padahal Kekaisaran Rusia sudah menawarkan perpanjangan kontrak dengan Wilhelm II, yang dimungkinkan akan mengamankan Jerman di front timur.
Prancis lantas merespons dengan cepat. Aliansi ini praktis mengakhiri sistem diplomatik yang didesain oleh Bismarck. Prancis pun telah keluar dari zona isolasi yang dirancang oleh Jerman melalui Triple Alliance.
Suatu kebijakan yang diterapkan oleh Britania Raya sejak hasil Kongres Wina yang membangun era Pax Britannica sebagai satu-satunya penguasa jalur maritim dan berlangsung antara 1860–1904. Istilah ini populer tahun 1891.
Britania Raya adalah kekuatan nonaliansi Eropa satu-satunya yang mampu menikmati keamanan sebagai negara pemilik armada laut terbesar di dunia yang terlindungi oleh hegemoninya atas laut karena posisinya sebagai negara maritim.
Britania Raya dan Jepang menandatangani perjanjian bahwa Jepang akan bersikap netral untuk mengkonter adanya kemungkinan ancaman Kekaisaran Rusia terhadap India (wilayah protektorat Britania Raya). Peristiwa ini menandai berakhirnya masa splendid isolation.
Perlombaan senjata laut antara Britania Raya dan Jerman.
Berkat hegemoni ekonomi, laut, dan kolonial, Britania Raya sejak lama tidak membutuhkan aliansi dengan negara-negara kekuatan besar di kawasan Eropa kontinental, yaitu antara tahun 1860–1904.
Istilah yang sangat umum saat itu adalah kebijakan splendid isolation yang diperkenalkan oleh Viscount Goschen, seorang First Lord of Admiralty (1871–1874, 1895–1900).
Britania Raya sudah mandiri secara ekonomi dan militer lantaran hegemoninya telah menggenggam seperempat dunia. Namun, kebijakan internasional Jerman, Weltpolitik, merupakan tantangan besar yang memaksa Britania Raya mencari dukungan internasional untuk mengukuhkan hegemoninya melalui perjanjian.
Selanjutnya, setelah menyelesaikan perselisihan terkait koloni dalam Insiden Fashoda yang memperebutkan Mesir dan Sudan (kawasan Sungai Nil), keduanya setuju menandatangani Entente Cordiale, yang mengawali periode aliansi Britania Raya–Prancis melawan agresi Jerman pada waktu mendatang (melalui propaganda Entente).
Prancis menerima hak penguasaan Britania Raya atas Sudan, sementara Britania Raya mengakui kontrol Prancis atas Maroko. Inisiasi Entente Cordiale dilakukan lantaran Britania Raya sudah mulai terancam hegemoninya di laut karena Jerman sudah mulai membangun armada laut.
Konflik ini dikenal dengan istilah Anglo-German Naval Arms Race (Perlombaan Armada Laut Britania Raya–Jerman).
Saat mengunjungi Tangier, Maroko, Kaisar Wilhelm II, menyatakan menentang kolonisasi Prancis di Maroko. Jerman kemudian mendesak kemerdekaan Maroko dari Prancis. Sementara itu, Britania Raya dan Italia mendukung dominasi Prancis di Maroko dan Tunisia.
Tantangan Jerman ini memicu diadakannya Konferensi Algeciras (1906) yang didukung oleh Britania Raya. Jerman di dalam konferensi ini terisolasi, sedangkan Prancis mendapatkan dukungan penuh dari Britania Raya. Entente Cordiale pun ada gunanya.
Pandangan Jerman yang mengintervensi kemerdekaan Maroko, yang notabene koloni Prancis, inilah yang membuat Britania Raya, Kekaisaran Rusia, dan Amerika Serikat memandang Jerman sebagai ancaman yang berpotensi menaklukkan Eropa.
Jika tidak segera diatasi dengan taktik diplomatik berupa encirclement (pengepungan untuk mengisolasi), Jerman mampu menjadi penguasa dunia.
Britania Raya dan Kekaisaran Rusia akhirnya menyepakati untuk menyudahi konflik teritorial mereka di kawasan Balkan dan Asia Tengah di bawah tekanan Prancis sebagai mediator. Perjanjian ini nantinya yang mengikat sempurna tiga kekuatan Eropa untuk menjalin satu kekuatan sebagai Triple Entente melawan Jerman dan Triple Alliance-nya.
Blok negara besar hegemoni Eropa ini nantinya lebih dikenal sebagai Allied Force (Blok Sekutu). Perjanjian ini ditandatangani di Paris.
Dengan memanfaatkan situasi yang sulit di dalam negeri Kekaisaran Turki Ottoman, serta banyaknya wilayah protektoratnya yang melepaskan diri satu per satu dan memerdekakan diri sebagai negara otonom, Austro-Hongaria menganeksasi Bosnia-Herzegovina.
Dikarenakan Jerman mendukung sekutunya, Kekaisaran Rusia terpaksa menyerah terhadap agresi Austro-Hongaria, serta tidak mau mengambil risiko dengan mundur dari tantangan yang dilayangkan oleh Austro-Hongaria.
Pada waktu itu, Britania Raya maupun Prancis di sisi lain tidak ada yang berniat mendukung Kekaisaran Rusia lantaran memungkinkan gerakan mereka akanmemicu konflik di kawasan Balkan, terlebih jika Kekaisaran Turki-Ottoman terprovokasi.
Ini adalah krisis internasional kedua yang terjadi di Maroko. Dengan mengirim kapal perang ke pelabuhan Agadir di Maroko, Jerman telah memicu krisis diplomatik, meskipun pada akhirnya dibuat perjanjian diplomatik yang mengakhiri krisis tersebut. Namun, Insiden Agadir ini telah menyulut konfrontasi antara Prancis dengan Jerman.
Dua Perang Balkan berturut-berturut yang melibatkan Turki Ottoman, Serbia, Yunani, Montenegro, dan Bulgaria berakhir dengan Perjanjian Bucharest tahun 1913. Perang itu menyebabkan pergeseran situasi di kawasan Balkan.
Wilayah Turki-Ottoman di Balkan pun semakin menyempit, sehingga disisihkan menjadi daerah kecil di sekitar Istanbul. Serbia (sekutu Kekaisaran Rusia dan pembela hak bangsa Slavia di wilayah Kekaisaran Austro-Hongaria) dilebur sebagai negara utama bangsa Slavia di kawasan itu.
Austro-Hongaria pun berkesimpulan bahwa pilihannya hanyalah perang yang mampu mencegah Serbia sebagai garda pemangku hak-hak rakyat Slavia untuk memberontak melawan hegemoni Kekaisaran Hansburg dari Austro-Hongaria, yang mendapat dukungan penuh dari bangsa Slavia raksasa, Kekaisaran Rusia.
Sebabnya, Kekaisaran Rusia akan mengintervensi tindakan Austro-Hongaria apabila menyerang Serbia. Kekaisaran Austro-Hongaria pun menunggu momen yang tepat agar bisa memicu perang antara Austro-Hongaria dan Kerajaan Serbia.
Pada 28 Juni 1914, Adipati Agung (Archduke) Franz Ferdinand, pewaris takhta Kekaisaran Austro-Hongaria, dibunuh seorang nasionalis Bosnia-Serbia dari organisasi teroris-nasionalis Serbia The Black Hand, bernama Gavrilo Princip.
Aksi yang dilakukan pemuda berusia 19 tahun ini berakibat fatal hingga memicu perang global. Desain buatan Raja Edward VII pun berjalan. Jalinan aliansi negara-negara super power Eropa telah menjalankan fungsi komitmennya sebagai konsekuensi diplomatik yang membawa insiden lokal ini menuju konflik global di Eropa dan dunia.
Sementara itu garis waktu dalam konflik awal tahun 1914 adalah sebagai berikut.
Negara Klien dan Boneka Sekutu
Garis Waktu Peperangan
Gambaran mengenai proses menuju teater konflik Perang Dunia I memuat peristiwa, antara lain:
Sebuah upaya dari Otto von Bismarck, Kanselir Jerman (1871–1890), dalam membangun jaring diplomatik internasional sebagai desain dari permainan politiknya untuk mengamankan Jerman. Aliansi ini bertujuan untuk menghambat ekspansi dari Kekaisaran Rusia.
Selain itu, aliansi ini juga didirikan sebagai dukungan Jerman terhadap Austria yang sedang berseteru dengan Kekaisaran Rusia, yang tengah mengupayakan ekspansi di Balkan.
Jaring diplomatik Otto von Bismarck, yang elemen kuncinya terletak di Triple Alliance menghubungkan antara Jerman, Austro–Hongaria, dan Italia.
Tujuan utama dari pembentukan aliansi ini adalah untuk terus mengisolasi Prancis, yang dikalahkan oleh Konfederasi Jerman Utara (Kerajaan Prusia) pada 1870 dalam seri Perang Franco-Prussia. Kesediaan Italia bergabung karena ambisinya atas Mediterania dan Afrika yang dikonfrontasi oleh Prancis.
Perjanjian dilakukan antara Jerman dan Kekaisaran Rusia, yang isinya keduanya berjanji akan bersikap netral jika salah satu terlibat perang dengan salah satu kekuatan besar Eropa, yaitu Britania Raya dan Prancis.
Kehadirannya di atas singgasana pada 1888 telah mengubah situasi politik internasional secara drastis. Setelah dia memecat Otto von Bismarck pada 1890, Jerman mengeluarkan kebijakan internasional yang baru.
Hal ini terjadi bukan dikarenakan sang kaisar tergolong manusia haus darah yang selalu menginginkan perang. Namun, lebih kepada sikap inferiotasnya terhadap kekuasaan Britania Raya di kawasan kontinental sebagai penyangga keseimbangan kekuatan di Eropa.
Kaisar Wilhelm menjadikan Jerman sebagai raksasa ekonomi, militer, dan maritim di kawasan kontinental Eropa, sehingga dia harus berani membuat kebijakan Weltpolitik, yaitu suatu kebijakan yang lebih ambisius dan agresif dibandingkan kebijakan buatan Kanselir Bismarck.
Kebijakan itu pada akhirnya memicu reaksi defensif lebih cepat dari negara lain yang sebelumnya merasa terancam oleh kehadiran Jerman sebagai kekuatan baru di Eropa kontinental, yaitu Britania Raya. Selain itu, Britania Raya telah merancang skema lebih cepat untuk meruntuhkan Jerman melalui Perang Dunia I.
Kaisar Wilhelm II menolak memperbarui Perjanjian Reasuransi setelah memecat Bismarck. Hal ini dipandang sebagai blunder dalam diplomasi.
Kesalahan fatal ini pun membuat Jerman gagal mengisolasi Prancis, yang beraliansi dengan Kekisaran Rusia setelahnya. Satu-satunya harapan aliansi Jerman adalah Austro-Hongaria.
Kebijakan agresif Kaisar Wilhelm II memicu penandatanganan perjanjian militer yang dibangun sebagai kerja sama militer saling menguntungkan melawan Jerman, yang sudah diprediksi oleh Otto von Bismarck, yaitu antara Kekaisaran Rusia dan Republik Prancis.
Hal ini dikarenakan kebodohan Kaisar Wilhelm II yang enggan memperbarui Perjanjian Reasuransi dengan Kekaisaran Rusia, padahal Kekaisaran Rusia sudah menawarkan perpanjangan kontrak dengan Wilhelm II, yang dimungkinkan akan mengamankan Jerman di front timur.
Prancis lantas merespons dengan cepat. Aliansi ini praktis mengakhiri sistem diplomatik yang didesain oleh Bismarck. Prancis pun telah keluar dari zona isolasi yang dirancang oleh Jerman melalui Triple Alliance.
Suatu kebijakan yang diterapkan oleh Britania Raya sejak hasil Kongres Wina yang membangun era Pax Britannica sebagai satu-satunya penguasa jalur maritim dan berlangsung antara 1860–1904. Istilah ini populer tahun 1891.
Britania Raya adalah kekuatan nonaliansi Eropa satu-satunya yang mampu menikmati keamanan sebagai negara pemilik armada laut terbesar di dunia yang terlindungi oleh hegemoninya atas laut karena posisinya sebagai negara maritim.
Britania Raya dan Jepang menandatangani perjanjian bahwa Jepang akan bersikap netral untuk mengkonter adanya kemungkinan ancaman Kekaisaran Rusia terhadap India (wilayah protektorat Britania Raya). Peristiwa ini menandai berakhirnya masa splendid isolation.
Perlombaan senjata laut antara Britania Raya dan Jerman.
Berkat hegemoni ekonomi, laut, dan kolonial, Britania Raya sejak lama tidak membutuhkan aliansi dengan negara-negara kekuatan besar di kawasan Eropa kontinental, yaitu antara tahun 1860–1904.
Istilah yang sangat umum saat itu adalah kebijakan splendid isolation yang diperkenalkan oleh Viscount Goschen, seorang First Lord of Admiralty (1871–1874, 1895–1900).
Britania Raya sudah mandiri secara ekonomi dan militer lantaran hegemoninya telah menggenggam seperempat dunia. Namun, kebijakan internasional Jerman, Weltpolitik, merupakan tantangan besar yang memaksa Britania Raya mencari dukungan internasional untuk mengukuhkan hegemoninya melalui perjanjian.
Selanjutnya, setelah menyelesaikan perselisihan terkait koloni dalam Insiden Fashoda yang memperebutkan Mesir dan Sudan (kawasan Sungai Nil), keduanya setuju menandatangani Entente Cordiale, yang mengawali periode aliansi Britania Raya–Prancis melawan agresi Jerman pada waktu mendatang (melalui propaganda Entente).
Prancis menerima hak penguasaan Britania Raya atas Sudan, sementara Britania Raya mengakui kontrol Prancis atas Maroko. Inisiasi Entente Cordiale dilakukan lantaran Britania Raya sudah mulai terancam hegemoninya di laut karena Jerman sudah mulai membangun armada laut.
Konflik ini dikenal dengan istilah Anglo-German Naval Arms Race (Perlombaan Armada Laut Britania Raya–Jerman).
Saat mengunjungi Tangier, Maroko, Kaisar Wilhelm II, menyatakan menentang kolonisasi Prancis di Maroko. Jerman kemudian mendesak kemerdekaan Maroko dari Prancis. Sementara itu, Britania Raya dan Italia mendukung dominasi Prancis di Maroko dan Tunisia.
Tantangan Jerman ini memicu diadakannya Konferensi Algeciras (1906) yang didukung oleh Britania Raya. Jerman di dalam konferensi ini terisolasi, sedangkan Prancis mendapatkan dukungan penuh dari Britania Raya. Entente Cordiale pun ada gunanya.
Pandangan Jerman yang mengintervensi kemerdekaan Maroko, yang notabene koloni Prancis, inilah yang membuat Britania Raya, Kekaisaran Rusia, dan Amerika Serikat memandang Jerman sebagai ancaman yang berpotensi menaklukkan Eropa.
Jika tidak segera diatasi dengan taktik diplomatik berupa encirclement (pengepungan untuk mengisolasi), Jerman mampu menjadi penguasa dunia.
Britania Raya dan Kekaisaran Rusia akhirnya menyepakati untuk menyudahi konflik teritorial mereka di kawasan Balkan dan Asia Tengah di bawah tekanan Prancis sebagai mediator. Perjanjian ini nantinya yang mengikat sempurna tiga kekuatan Eropa untuk menjalin satu kekuatan sebagai Triple Entente melawan Jerman dan Triple Alliance-nya.
Blok negara besar hegemoni Eropa ini nantinya lebih dikenal sebagai Allied Force (Blok Sekutu). Perjanjian ini ditandatangani di Paris.
Dengan memanfaatkan situasi yang sulit di dalam negeri Kekaisaran Turki Ottoman, serta banyaknya wilayah protektoratnya yang melepaskan diri satu per satu dan memerdekakan diri sebagai negara otonom, Austro-Hongaria menganeksasi Bosnia-Herzegovina.
Dikarenakan Jerman mendukung sekutunya, Kekaisaran Rusia terpaksa menyerah terhadap agresi Austro-Hongaria, serta tidak mau mengambil risiko dengan mundur dari tantangan yang dilayangkan oleh Austro-Hongaria.
Pada waktu itu, Britania Raya maupun Prancis di sisi lain tidak ada yang berniat mendukung Kekaisaran Rusia lantaran memungkinkan gerakan mereka akanmemicu konflik di kawasan Balkan, terlebih jika Kekaisaran Turki-Ottoman terprovokasi.
Ini adalah krisis internasional kedua yang terjadi di Maroko. Dengan mengirim kapal perang ke pelabuhan Agadir di Maroko, Jerman telah memicu krisis diplomatik, meskipun pada akhirnya dibuat perjanjian diplomatik yang mengakhiri krisis tersebut. Namun, Insiden Agadir ini telah menyulut konfrontasi antara Prancis dengan Jerman.
Dua Perang Balkan berturut-berturut yang melibatkan Turki Ottoman, Serbia, Yunani, Montenegro, dan Bulgaria berakhir dengan Perjanjian Bucharest tahun 1913. Perang itu menyebabkan pergeseran situasi di kawasan Balkan.
Wilayah Turki-Ottoman di Balkan pun semakin menyempit, sehingga disisihkan menjadi daerah kecil di sekitar Istanbul. Serbia (sekutu Kekaisaran Rusia dan pembela hak bangsa Slavia di wilayah Kekaisaran Austro-Hongaria) dilebur sebagai negara utama bangsa Slavia di kawasan itu.
Austro-Hongaria pun berkesimpulan bahwa pilihannya hanyalah perang yang mampu mencegah Serbia sebagai garda pemangku hak-hak rakyat Slavia untuk memberontak melawan hegemoni Kekaisaran Hansburg dari Austro-Hongaria, yang mendapat dukungan penuh dari bangsa Slavia raksasa, Kekaisaran Rusia.
Sebabnya, Kekaisaran Rusia akan mengintervensi tindakan Austro-Hongaria apabila menyerang Serbia. Kekaisaran Austro-Hongaria pun menunggu momen yang tepat agar bisa memicu perang antara Austro-Hongaria dan Kerajaan Serbia.
Pada 28 Juni 1914, Adipati Agung (Archduke) Franz Ferdinand, pewaris takhta Kekaisaran Austro-Hongaria, dibunuh seorang nasionalis Bosnia-Serbia dari organisasi teroris-nasionalis Serbia The Black Hand, bernama Gavrilo Princip.
Aksi yang dilakukan pemuda berusia 19 tahun ini berakibat fatal hingga memicu perang global. Desain buatan Raja Edward VII pun berjalan. Jalinan aliansi negara-negara super power Eropa telah menjalankan fungsi komitmennya sebagai konsekuensi diplomatik yang membawa insiden lokal ini menuju konflik global di Eropa dan dunia.
Sementara itu garis waktu dalam konflik awal tahun 1914 adalah sebagai berikut.
Negara-Negara yang Terlibat Perang Dunia 1
Secara garis besar, kontes Perang Dunia I diikuti oleh negara-negara besar Eropa yang masuk dalam aliansi blok Triple Entente dan Triple Alliance.
Triple Entente merupakan skema Britania Raya untuk menghadapi kekuatan baru yang dibangun oleh Kaisar Wilhelm II dari Jerman, sampai-sampai Britania Raya rela melepaskan gengsinya dengan mengadakan penandatanganan Entente (ikatan nonaliansi), mengakhiri fase splendid isolation karena ketakutan menghadapi geliat Jerman.
Jerman saat itu semakin meraksasa di kawasan Eropa kontinental dan mengancam kedudukannya sebagai penyangga balance of power, serta hegemoni koloni dunia.
Entente dari Britania Raya adalah Prancis, meskipun keduanya sempat bersitegang dalam Insiden Fashoda, yang menjadi taktik diplomatis dengan memanfaatkan kemarahan Prancis. Hal ini dikarenakan wilayah Alsace-Lorraine dianeksasi ke dalam wilayah Kekaisaran Jerman, pasca German Unification (Penyatuan Konfederasi Jerman Utara dan Selatan). sebagai hasil Perjanjian Frankfurt karena Prancis kalah perang dalam seri Perang Franco-Prussia 1871.
Sementara Entente Britania Raya dengan Kekaisaran Rusia merupakan “permainan cantik” dari Britania Raya setelah mengetahui bahwa Kekaisaran Wilhelm II telah memecat sang arsitek diplomatik Jerman, Kanselir Otto von Bismarck, serta menolak memperbarui Perjanjian Reasuransi yang telah ditandangani sebelumnya.
Jerman malah memperbarui perjanjian aliansi Triple Alliance. Pengganti Otto di sisi lain juga kurang cakap dan sang kaisar memiliki tempramen tidak jelas: antara humanis, haus darah, atau bodoh akibat inferioritasnya atas hegemoni Britania Raya sebelumnya di Eropa.
Kaisar Wilhelm II juga menerapkan kebijakan Weltpolitik yang semakin memicu aksi gerak cepat Britania Raya meruntuhkan berbagai kemungkinan terbangunnya koalisi negara besar Eropa manapun dengan Jerman.
Kekaisaran Rusia memang sempat bersitegang dengan Britania Raya perihal Balkan, yaitu ketika hendak membuka jalur Selat Dardanelles yang mengancam kepentingan kolonial Britania Raya di wilayah Timur-Tengah. Namun, akhirnya atas desakan Prancis dan berbagai pertimbangan lain (termasuk kedekatan Jerman dengan Austro-Hongaria yang menjadi musuh Kekaisaran Rusia), Kekaisaran Rusia menerima bergabung dengan Britania Raya.
Triple Alliance di sisi lain merupakan proses panjang aliansi yang berawal dari aliansi Holy Alliance antara Kekaisaran Rusia, Prusia, dan Austria yang ditandatangani di Paris pada 26 September 1815, pasca jatuhnya Kekaisaran Prancis Pertama atau berakhirnya Perang Napoleon.
Nah, itulah penjelasan singkat mengenai Sejarah Perang Dunia I. Grameds dapat mengunjungi koleksi buku Gramedia di www.gramedia.com untuk memperoleh referensi tentang peristiwa tersebut.
Berikut ini rekomendasi buku Gramedia yang bisa Grameds baca untuk mempelajari tentang Sejarah Perang Dunia I agar dapat mempelajarinya secara penuh. Selamat membaca.
Temukan hal menarik lainnya di www.gramedia.com. Gramedia sebagai #SahabatTanpaBatas akan selalu menampilkan artikel menarik dan rekomendasi buku-buku terbaik untuk para Grameds.
Penulis: Fandy Aprianto Rohman
Negara-Negara yang Terlibat Perang Dunia 1
Secara garis besar, kontes Perang Dunia I diikuti oleh negara-negara besar Eropa yang masuk dalam aliansi blok Triple Entente dan Triple Alliance.
Triple Entente merupakan skema Britania Raya untuk menghadapi kekuatan baru yang dibangun oleh Kaisar Wilhelm II dari Jerman, sampai-sampai Britania Raya rela melepaskan gengsinya dengan mengadakan penandatanganan Entente (ikatan nonaliansi), mengakhiri fase splendid isolation karena ketakutan menghadapi geliat Jerman.
Jerman saat itu semakin meraksasa di kawasan Eropa kontinental dan mengancam kedudukannya sebagai penyangga balance of power, serta hegemoni koloni dunia.
Entente dari Britania Raya adalah Prancis, meskipun keduanya sempat bersitegang dalam Insiden Fashoda, yang menjadi taktik diplomatis dengan memanfaatkan kemarahan Prancis. Hal ini dikarenakan wilayah Alsace-Lorraine dianeksasi ke dalam wilayah Kekaisaran Jerman, pasca German Unification (Penyatuan Konfederasi Jerman Utara dan Selatan). sebagai hasil Perjanjian Frankfurt karena Prancis kalah perang dalam seri Perang Franco-Prussia 1871.
Sementara Entente Britania Raya dengan Kekaisaran Rusia merupakan “permainan cantik” dari Britania Raya setelah mengetahui bahwa Kekaisaran Wilhelm II telah memecat sang arsitek diplomatik Jerman, Kanselir Otto von Bismarck, serta menolak memperbarui Perjanjian Reasuransi yang telah ditandangani sebelumnya.
Jerman malah memperbarui perjanjian aliansi Triple Alliance. Pengganti Otto di sisi lain juga kurang cakap dan sang kaisar memiliki tempramen tidak jelas: antara humanis, haus darah, atau bodoh akibat inferioritasnya atas hegemoni Britania Raya sebelumnya di Eropa.
Kaisar Wilhelm II juga menerapkan kebijakan Weltpolitik yang semakin memicu aksi gerak cepat Britania Raya meruntuhkan berbagai kemungkinan terbangunnya koalisi negara besar Eropa manapun dengan Jerman.
Kekaisaran Rusia memang sempat bersitegang dengan Britania Raya perihal Balkan, yaitu ketika hendak membuka jalur Selat Dardanelles yang mengancam kepentingan kolonial Britania Raya di wilayah Timur-Tengah. Namun, akhirnya atas desakan Prancis dan berbagai pertimbangan lain (termasuk kedekatan Jerman dengan Austro-Hongaria yang menjadi musuh Kekaisaran Rusia), Kekaisaran Rusia menerima bergabung dengan Britania Raya.
Triple Alliance di sisi lain merupakan proses panjang aliansi yang berawal dari aliansi Holy Alliance antara Kekaisaran Rusia, Prusia, dan Austria yang ditandatangani di Paris pada 26 September 1815, pasca jatuhnya Kekaisaran Prancis Pertama atau berakhirnya Perang Napoleon.
Nah, itulah penjelasan singkat mengenai Sejarah Perang Dunia I. Grameds dapat mengunjungi koleksi buku Gramedia di www.gramedia.com untuk memperoleh referensi tentang peristiwa tersebut.
Berikut ini rekomendasi buku Gramedia yang bisa Grameds baca untuk mempelajari tentang Sejarah Perang Dunia I agar dapat mempelajarinya secara penuh. Selamat membaca.
Temukan hal menarik lainnya di www.gramedia.com. Gramedia sebagai #SahabatTanpaBatas akan selalu menampilkan artikel menarik dan rekomendasi buku-buku terbaik untuk para Grameds.
Penulis: Fandy Aprianto Rohman
Sejarah Perang Dunia 2 – Sahabat Grameds sekalian pasti mengetahui tentang Perang Dunia II. Perang tersebut menjadi konflik paling mematikan sepanjang sejarah umat manusia karena memakan korban 50–70 juta jiwa dari seluruh dunia.
Perang Dunia II terjadi pada kurun waktu 1939–1945. Penyebab dari perang ini secara umum dikarenakan adanya konflik ideologi di antara negara-negara Eropa, Amerika, dan Asia. Peristiwa itu ditandai dengan berbagai aksi unjuk kekuatan maupun ekspansi militer terhadap wilayah-wilayah tertentu.
Sebagian besar negara-negara yang turut terlibat dalam perang tersebut akhirnya terkena dampak di bidang militer, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya.
Berikut ulasannya mengenai penyebab, negara-negara yang terlibat, jalannya peperangan, dan dampaknya bagi Indonesia.
Penyebab Perang Dunia I
Perang Dunia I terjadi di Eropa mulai tahun 1914 dan berakhir pada 1918. Salah satu faktor utama yang menyebabkan peperangan negara-negara Barat ini dipicu oleh persaingan industri dan militer antara Jerman dengan Britania Raya.
Negara-negara yang kemudian merasakan memerlukan teman ketika berhadapan dengan musuh akhirnya membangun kubu-kubu (aliansi). Saat itu, ada dua kubu yang saling berhadapan, yaitu Triple Alliance dan Triple Entent.
Perang Dunia I akhirnya meledak ketika putra mahkota Austro-Hongaria, Franz Ferdinand, terbunuh. Hal ini menyebabkan pihak Austro-Hongaria bersama Triple Alliance melakukan serangan terhadap Prancis. Dalang di balik peristiwa tersebut diduga dimotori oleh Serbia.
Britania Raya yang berusaha mendamaikan melalui dialog ternyata kalah suara dari Jerman, sedangkan Austro-Hongaria di pihak lain ingin berperang. Jerman bersama Austro-Hongaria melancarkan serangan ke Belgia yang terikat perjanjian dengan Prancis dan Britania Raya.
Hal ini memicu Prancis dan Britania Raya akhirnya harus mau ikut serta dalam perang. Pada 1915, Italia membelot ke Triple Entente dan meninggalkan Triple Alliance karena dijanjikan mendapat wilayah Dalmatia yang saat itu diduduki oleh Austro-Hongaria.
Setelah itu, Turki Usmani memutuskan untuk bergabung bersama Triple Alliance karena merasa mempunyai musuh yang sama, yaitu Kekaisaran Rusia. Dengan demikian, Perang Dunia I melibatkan dua kubu aliansi, yaitu Triple Alliance yang dimotori oleh Jerman, Austro-Hongaria, Turki Usmani, dan Bulgaria, melawan Triple Entente yang dimotori oleh Britania Raya, Kekaisaran Rusia, Prancis, Italia, dan beberapa negara lainnya.
Perang ini akhirnya meluas hingga melibatkan Amerika Serikat. Amerika mengecam tragedi tenggelamnya Kapal Lusitania pada 1915 yang di dalamnya terdapat warga negaranya. Kapal tersebut ternyata tenggelam akibat ulah serangan Jerman.
Amerika akhirnya ikut turun ke peperangan dengan merapat ke Triple Entente. Kekaisaran Rusia ternyata memilih menarik diri di tengah peperangan, tepatnya pada 1917. Penarikan diri ini disebabkan oleh situasi negaranya yang tidak kondusif.
Pada 1918, muncul Perjanjian Brest-Litovsk yang isinya menyatakan bahwa Kekaisaran Rusia lepas tangan dari Perang Dunia I. Selanjutnya, terjadi “Serangan Seratus Hari” pada 1918 yang diluncurkan kubu Triple Entente. Garis pertahanan Jerman di Front Barat mendapatkan serangan hebat.
Jerman pun akhirnya menyerah. Pernyataan kekalahan itu akhirnya diikuti oleh negara-negara lain yang tergabung di Triple Alliance. Bulgaria, Turki Usmani, dan Austro-Hongaria secara bergiliran akhirnya mengibarkan bendera putih. Perang Dunia I pun resmi berhenti pada 11 November 1918.
Pihak Terlibat Blok Poros
Jalannya Perang Dunia II
T-34 Soviet merupakan tank yang paling banyak diproduksi dalam Perang Dunia II. Lebih dari 57.000 unit dibuat pada 1945.
Adolf Hitler selaku der führer (pemimpin) Jerman, telah melancarkan penyerangan terhadap Polandia sejak jauh hari. Namun demikian, Polandia di sisi lain telah mendapat jaminan dari Imperium Britania dan Prancis, yang akan membantunya jika diserang oleh Jerman.
Sebelumnya, Jerman mengadakan pembicaraan rahasia dengan Uni Soviet di Moskow pada 23–24 Agustus 1939, yang dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian untuk tidak saling menyerang. Keduanya juga telah merencanakan untuk membagi Polandia menjadi dua wilayah, yaitu sepertiga wilayah Polandia bagian barat menjadi milik Jerman, sedangkan sisanya yang lain di bagian timur menjadi milik Uni Soviet.
Tanggal 1 September 1939 pukul 00.40, Hitler mengeluarkan perintah untuk memulai penyerangan terhadap Polandia, yang kemudian dilancarkan tepat pukul 4.45. Imperium Britania lantas menyatakan perang terhadap Jerman tanggal 3 September 1939 pukul 11.00, yang kemudian diikuti oleh Prancis pada pukul 17.00.
Perang Dunia II pun dimulai. Setelah menyerbu Norwegia dan Denmark bagian utara, Jerman membuka pertempuran di western front (bagian barat) dengan sasaran utamanya Prancis.
Jerman memulai penyerbuan terhadap Belanda pada 10 Mei 1940 dengan mengerahkan pasukan terjun payung di Mordijk, Doordrecht, dan Rotterdam, serta mendaratkan tentaranya di sekitar Den Haag. Pada hari yang sama, tentara Jerman berhasil menembus Peel Line di selatan Sungai Maas.
Tanggal 11 Mei 1940, Belanda dipukul mundur ke bagian barat melalui Tilburg sampai Breda. Siang harinya, tanggal 12 Mei 1940, tank-tank milik Jerman muncul di batas Kota Rotterdam. Hal inilah yang membuat Ratu Belanda Wilhelmina bersama pemerintah melarikan diri ke Imperium Britania pada 13 Mei 1940. Selanjutnya, panglima tertinggi tentara Belanda, Jenderal Henri Gerard Winkelman, menyerah kepada Jerman pada 14 Mei 1940.
Tentara Belanda dilindas oleh tentara Jerman hanya dalam tempo tiga hari. Jerman menamakan penyerbuan ini hanya dengan Spaziergang (jalan santai–red) karena mereka menggilas Belanda secara sambil lalu dalam perjalanan menyerbu Prancis.
Setelah menumpas perlawanan singkat tentara Belanda, tentara Jerman melanjutkan penyerangannya ke Belgia dan Prancis. Namun, invasi tentara Jerman ke Belanda berbuntut panjang di Hindia Belanda. Hal ini dikarenakan pemerintah Hindia Belanda langsung menyatakan perang terhadap Jerman.
Jatuhnya Belanda memunculkan keresahan di kalangan pejabat tinggi di Hindia Belanda. Salah satu tindakan pertama yang diambil oleh pemerintah Hindia Belanda adalah melakukan tindakan balasan terhadap masyarakat Jerman yang tinggal di Hindia Belanda.
Tentara Hindia Belanda juga langsung bergerak cepat menduduki kantor Konsulat Jerman yang berada di Batavia, termasuk gedung perkantoran milik orang Jerman. Selain itu, mereka juga menyita kapal-kapal Jerman yang berlabuh di Sabang, Batavia, Makassar, dan beberapa pelabuhan lain.
Tentara dan warga sipil berusaha menyelamatkan diri, tetapi tidak mudah bagi mereka untuk meloloskan diri di wilayah yang sepenuhnya telah dikuasai oleh militer Hindia Belanda.
Aparat di seluruh wilayah Hindia Belanda menangkap dan menahan masyarakat Jerman dengan kata sandi “Berlin”. Beberapa di antaranya memang merupakakan pengikut Nazi, tetapi mayoritas hanyalah warga sipil yang tidak mengerti politik.
Mereka menahan seluruh warga Jerman, baik laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang berada di Hindia Belanda. Total jumlah mereka adalah 2.436 orang. Mereka adalah para pemilik perkebunan, insinyur, dokter, ilmuwan, diplomat, pedagang, pelaut, pendeta, dan seniman. Salah satu di antaranya adalah pelukis ternama, Walter Spieß (baca: spies), yang tinggal di Bali.
Mereka dibawa ke Sumatra dengan status interniran: laki-laki dipisahkan dari perempuan dan anak-anak. Ketika tentara Jepang mendarat di Kalimantan, mereka lantas dievakuasi ke India, yang saat itu sedang berada di bawah penjajahan Imperium Britania.
Pada 17 Januari 1942, dua kapal yang memuat interniran Jerman berangkat dari Sibolga. Selanjutnya, disusul kapal uap Van Imhoff yang berbobot 3.000 ton milik Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) pada 19 Januari 1942, dengan 48 awak kapal di bawah Kapten Bongvani dan membawa 477 warga Jerman interniran. Mereka dikawal oleh 62 orang serdadu Belanda.
Keesokan harinya, kapal tersebut diserang oleh satu pesawat pengintai Jepang milik Kaigun di laut lepas yang melepaskan tiga buah bom. Dua bom pertama jatuh di laut, sedangkan bom ketiga jatuh tepat mengenai kapal. Perwira pertama mengatakan kepada para tahanan Jerman bahwa kapal tidak berada dalam bahaya.
Namun, orang-orang Jerman melihat bahwa awak kapal menurunkan lima perahu penyelamat, yang masing-masing berbobot 5 ton dan setiap perahu dapat mengangkut 80 orang. Selain itu, masih ada beberapa perahu kecil yang dapat mengangkut 60 orang.
Ketika melihat kapal mulai tenggelam, orang-orang Jerman membobol penjara di dalam kapal dan hanya tersisa dua perahu: satu perahu untuk 40 orang dan yang lainnya hanya 10 orang. Namun demikian, awak kapal Belanda telah mematahkan dayung-dayung perahu penyelamat ke dalam air.
53 orang dapat naik ke perahu pertama dan 14 orang naik ke perahu kedua. Orang-orang yang masih terjebak di dalam kapal kemudian menceburkan diri ke laut, sedangkan beberapa orang lainnya memilih untuk bunuh diri.
Beberapa orang-orang yang berenang di laut itu menemukan papan-papan dan tali-temali. Mereka kemudian mengikat papan-papan itu menjadi rakit, sedangkan yang tidak dapat masuk ke dalam perahu atau rakit akhirnya tenggelam atau dimakan hiu.
Ada sekitar 200 orang yang masih terjebak dan turut tenggelam bersama kapal Van Imhoff itu, sedangkan orang Jerman yang tewas tenggelam atau dimakan ikan hiu sekitar 410 orang, di antaranya adalah 20 misionaris Protestan, 18 misionaris Katolik, dan seorang pelukis ternama, yaitu Walter Spieß.
Para tawanan Van Imhoff yang selamat di Nias.
Pada 20 Januari 1942, datanglah Boeloengan (kapal motor Belanda), tetapi tidak memberikan pertolongan terhadap orang-orang Jerman. Tercatat, hanya 67 orang saja yang selamat (36 orang menurut versi Rosihan Anwar), bahkan satu orang di antaranya memilih untuk bunuh diri. Itu pun berkat kedatangan kapal penyelamat
Mereka akhirnya berhasil sampai di Pulau Nias pada 23 Januari 1942 dalam kondisi kelelahan, kelaparan, dehidrasi, dan kulit terbakar matahari. Adapun sekoci pertama yang memuat 14 orang interniran dan berlayar terlebih dahulu telah sampai di Nias sehari sebelumnya.
Setelah mendapatkan perawatan, dua kelompok tersebut dipertemukan dan dibawa ke Asisten Residen Belanda, kontrolir, dan misionaris yang berada di Gunung Sitoli. Mereka di kemudian hari menuntut KPM untuk mengganti kerugian sebesar 4 juta gulden kepada keluarga korban yang tewas.
Sejak akhir 1930-an, Jepang dibuat tidak nyaman dengan kebijakan luar negeri Amerika Serikat di Pasifik. Ketegangan di antara keduanya semakin memuncak ketika Amerika Serikat menghentikan perjanjian perdagangan dengan Jepang.
Jepang yang telah menduduki Indochina saat itu juga telah beraliansi dengan Blok Poros (Jerman dan Italia). Pada awal 1940, angkatan laut Amerika Serikat di pihak lain telah ditempatkan di Pearl Harbor, yang terletak di Pulau Oahu, Hawaii. Amerika Serikat terus menambah ketersediaan kapalnya di Pearl Harbor hingga menjadi pangkalan utamanya di Pasifik.
Serangan kejutan yang dilakukan oleh Jepang di Pearl Harbor.
Pada 7 Desember 1941, angkatan laut Jepang dikirim untuk melakukan serangan mendadak terhadap pangkalan angkatan laut Amerika Serikat yang berada di wilayah tersebut. Tujuan serangan ini adalah untuk melumpuhkan angkatan laut Amerika Serikat di Pasifik, walaupun untuk sementara.
Serangan pertama terhadap Pearl Harbor adalah pukul 07.53 tanggal 7 Desember 1941 waktu Hawaii atau pukul 03.23 tanggal 8 Desember 1941 waktu Jepang.
Armada Jepang saat itu terdiri atas enam kapal induk, dua kapal tempur, dua penjelajah berat, satu penjelajah ringan, sembilan perusak, dan delapan tanker bergerak. Armada yang dipimpin oleh Laksamana Madya Chuichi Nagumo tersebut berlayar menuju Pearl Harbor tanpa melakukan hubungan radio.
Kapal induk Jepang yang terlibat dalam serangan tersebut adalah Akagi, Hiryū, Kaga, Shōkaku, Sōryū, Zuikaku. Semuanya memiliki sejumlah 441 kapal terbang, termasuk pesawat pemburu, pengebom-torpedo, pengebom-tukik dan pemburu-pengebom. Dari semuanya itu, hanya 29 yang tertembak jatuh dalam pertempuran.
Serangan mendadak yang dilakukan dalam waktu singkat itu menyebabkan 2.402 orang Amerika Serikat tewas dan 1.282 lainnya terluka. Bagi Jepang, serangan itu dimaksudkan agar pihaknya lebih mudah dalam menaklukkan Sekutu, yaitu Imperium Britania, Belanda, dan Perancis.
Setelah peristiwa ini, Jepang baru menyatakan perang kepada Amerika Serikat dan memulai kampanye militernya di kawasan Asia-Pasifik Raya. Serangan ini pula yang mengawali keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Pasifik.
Pada 11 Desember 1941, giliran Jerman dan Italia yang mendeklarasikan perang kepada Amerika Serikat, yang dijawab dengan deklarasi serupa oleh pihak Amerika Serikat. Amerika Serikat pun resmi memasuki Perang Dunia I, bahu-membahu bersama negara Sekutu lain, baik di palagan Pasifik maupun Eropa.
Negara-Negara yang Terlibat Perang Dunia 1
Secara garis besar, kontes Perang Dunia I diikuti oleh negara-negara besar Eropa yang masuk dalam aliansi blok Triple Entente dan Triple Alliance.
Triple Entente merupakan skema Britania Raya untuk menghadapi kekuatan baru yang dibangun oleh Kaisar Wilhelm II dari Jerman, sampai-sampai Britania Raya rela melepaskan gengsinya dengan mengadakan penandatanganan Entente (ikatan nonaliansi), mengakhiri fase splendid isolation karena ketakutan menghadapi geliat Jerman.
Jerman saat itu semakin meraksasa di kawasan Eropa kontinental dan mengancam kedudukannya sebagai penyangga balance of power, serta hegemoni koloni dunia.
Entente dari Britania Raya adalah Prancis, meskipun keduanya sempat bersitegang dalam Insiden Fashoda, yang menjadi taktik diplomatis dengan memanfaatkan kemarahan Prancis. Hal ini dikarenakan wilayah Alsace-Lorraine dianeksasi ke dalam wilayah Kekaisaran Jerman, pasca German Unification (Penyatuan Konfederasi Jerman Utara dan Selatan). sebagai hasil Perjanjian Frankfurt karena Prancis kalah perang dalam seri Perang Franco-Prussia 1871.
Sementara Entente Britania Raya dengan Kekaisaran Rusia merupakan “permainan cantik” dari Britania Raya setelah mengetahui bahwa Kekaisaran Wilhelm II telah memecat sang arsitek diplomatik Jerman, Kanselir Otto von Bismarck, serta menolak memperbarui Perjanjian Reasuransi yang telah ditandangani sebelumnya.
Jerman malah memperbarui perjanjian aliansi Triple Alliance. Pengganti Otto di sisi lain juga kurang cakap dan sang kaisar memiliki tempramen tidak jelas: antara humanis, haus darah, atau bodoh akibat inferioritasnya atas hegemoni Britania Raya sebelumnya di Eropa.
Kaisar Wilhelm II juga menerapkan kebijakan Weltpolitik yang semakin memicu aksi gerak cepat Britania Raya meruntuhkan berbagai kemungkinan terbangunnya koalisi negara besar Eropa manapun dengan Jerman.
Kekaisaran Rusia memang sempat bersitegang dengan Britania Raya perihal Balkan, yaitu ketika hendak membuka jalur Selat Dardanelles yang mengancam kepentingan kolonial Britania Raya di wilayah Timur-Tengah. Namun, akhirnya atas desakan Prancis dan berbagai pertimbangan lain (termasuk kedekatan Jerman dengan Austro-Hongaria yang menjadi musuh Kekaisaran Rusia), Kekaisaran Rusia menerima bergabung dengan Britania Raya.
Triple Alliance di sisi lain merupakan proses panjang aliansi yang berawal dari aliansi Holy Alliance antara Kekaisaran Rusia, Prusia, dan Austria yang ditandatangani di Paris pada 26 September 1815, pasca jatuhnya Kekaisaran Prancis Pertama atau berakhirnya Perang Napoleon.
Nah, itulah penjelasan singkat mengenai Sejarah Perang Dunia I. Grameds dapat mengunjungi koleksi buku Gramedia di www.gramedia.com untuk memperoleh referensi tentang peristiwa tersebut.
Berikut ini rekomendasi buku Gramedia yang bisa Grameds baca untuk mempelajari tentang Sejarah Perang Dunia I agar dapat mempelajarinya secara penuh. Selamat membaca.
Temukan hal menarik lainnya di www.gramedia.com. Gramedia sebagai #SahabatTanpaBatas akan selalu menampilkan artikel menarik dan rekomendasi buku-buku terbaik untuk para Grameds.
Penulis: Fandy Aprianto Rohman
Sejarah Perang Dunia I – Sahabat Grameds sekalian pasti mengetahui tentang Perang Dunia I. Namun, tahukah sahabat-sahabat sekalian jika peristiwa tersebut menjadi tonggak sejarah bagi dunia?
Perang Dunia I merupakan peperangan global yang terpusat di Eropa dan dimulai pada 28 Juli 1914 sampai dengan 11 November 1918. Perang ini sering juga disebut dengan Perang Besar karena berakhir sampai dengan dimulainya Perang Dunia II.
Perang itu melibatkan semua kekuatan besar dunia, yang terbagi menjadi dua aliansi bertentangan, yaitu Blok Sekutu (berdasarkan Triple Entente, terdiri atas Britania Raya, Prancis, dan Kekaisaran Rusia) dan Blok Sentral (berdasarkan Triple Alliance, terdiri atas Jerman, Austro-Hongaria, dan Italia).
Namun, ketika Austrio-Hongaria melakukan serangan, persekutuan ini sementara bersifat defensif, Italia tidak ikut berperang).
Berikut penjelasannya mengenai penyebab, garis waktu dan negara-negara yang terlibat dalam Perang Dunia I.